Tradisi pantun atau berpantun sudah dikenal masyarakat melayu Bengkulu Sejak dahulu. Pantun hadir pada acara-acara sakral seperti prosesi pernikahan, ritual adat, dan penyambutan tamu-tamu penting. Namun,seiring waktu,Pantun mulai tergerus. Tradisi yang sarat makna dan filosofi ini mulai jarang digunakan. Beberapa faktor melatarbelakanginya. Diantaranya, kurangnya pengetahuan dan pengenalan tentang pantun serta moderenisasi yang membuat tradisi dan komunikasi lewat pantun tidak menarik lagi. Tradisi pantun yang juga dikenal dengan istilah Petata petiti dan Tegur Sapa sudah jarang digunakan. Hal ini diperparah belum adanya kurikulum muatan local, termasuk didalamnya mengajarkan tradisi Berpantun dikalangan pelajar. Dalam buku ini penulis menggunakan Bahasa Melayu Bengkulu dan membagi pantun dalam 5 jenis : Pantun Bejonggi ( Jenaka), Muda Mudi, Petuah, Teka-Teki dan Anak-anak.